Akademi Kepolisian

AKPOL

Monday, May 16, 2011

Aksi Bom Bunuh Diri Dilihat dari Sudut Pandang Sosiologi

I.                   PENDAHULUAN

Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antarmanusia dalam kehidupan. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk, tumbuh, dan berubahnyakumpulan-kumpulan manusia yang hidup bersama itu, serta kepercayaan, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Singkatnya, sosiologi merupakan ilmu masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai anggota golongan atau masyarakat (tidak sebagai individu yang terlepas dari golongan atau masyarakat), serta ikatan-ikatan adat, kebiasaan, kepercayaan atau agama, tingkah laku, dan kesenian atau kebudayaan masyarakat tersebut.
Menurut ahli sosiologi lain yakni Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu. Objek dari sosiologi adalah masyarakat dalam berhubungan dan juga proses yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Tujuan dari ilmu sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Pokok bahasan dari ilmu sosiologi adalah seperti kenyataan atau fakta sosial, tindakan sosial, khayalan sosiologis serta pengungkapan realitas sosial. Bicara mengenai sosiologi, langsung atau tidak langsung membicarakan diri kita sendiri, membicarakan keluarga dan lingkungan kita. Dan ternyata, pembicaraan ini tidak pernah ada ujungnya, karena seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan technologi, sikap dan perilaku manusia juga ikut berubah. Intinya saya mau tanya, kira kira siapa yang dianggap ahli sosiologi pada zaman sekarang ini. Kalau memang ada, kita harapkan beliau bisa merumuskan dengan tepat sehingga bisa dijadikan bahan pendekatan dan peyelesaian masalah bangsa kita pada saat ini, terutama bagaimana dengan ilmu sosiologi bisa menghilangkan permasalahan- permasalahan yang ada di masyarakat Indonesia sekarang ini ( seperti teror bom bunuh diri). Artinya - Pakar Sosiologi jangan hanya mempelajari atau menganalisa yang sudah atau sedang terjadi, bagaimana kalau mengadakan kajian bagaimana sifat bangsa Indonesia dalam kurun waktu satu atau dua dekade mendatang, sehingga dengan kajian tersebut bisa mengeleminasi kemungkinan buruk yang bisa terjadi dan mendorong hal yang positif dan menguntungkan bagi anak bangsa.
Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai maraknya aksi teror bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia dilihat dari sudut pandang Sosiologi. AKSI terorisme dengan menggunakan metode bom bunuh diri menjadi fenomena mencolok dalam satu tahun terakhir ini. Model ini memasuki tahap yang cukup menakutkan masyarakat dunia. Dulu, aksi bom bunuh diri hanya dikenal dalam khalayak Timur Tengah. Biasanya, yang jadi sasaran aksi adalah satu wilayah komunitas Israel dan sekutunya.  Tapi belakangan, aksi bom bunuh diri sudah menjamah Indonesia. Ini menjadi menarik dan merupakan fenomena tersendiri. Mengapa? Adalah aksi bom bunuh diri di Paddy’s Club Bali setahun lalu, aksi bom bunuh diri di Hotel Marriott, Jakarta, 5 Agustus lalu yang kemudian menjadi perhatian dunia (lebih-lebih Amerika Sekerikat) hingga sekarang. Dan yang terakhir, aksi bom bunuh diri di Masjid At-Taqwa, yang letaknya masih dalam komplek Kepolisian Resor Cirebon, Jawa Barat.





II.                PEMBAHASAN

Dalam sejarah Indonesia, serangan aksi bunuh diri pernah terjadi pada 1900-an saat pasukan Belanda menumpas perlawanan bersenjata ulama Aceh. Belanda menyebutkan Aceh Moord. Yakni bunuh diri ala Aceh. Modusnya, mereka nekat membunuh orang Belanda, walaupun disadari, bahwa dia juga akan mati saat itu. Bom bunuh diri paling heroik dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia pada 1945 dilakukan oleh Muhammad Toha di Bandung Selatan dengan meledakkan dirinya di gudang mesiu demi melemahkan kekuatan Belanda. Peristiwa ini yang dikenal dengan “Bandung Lautan Api.” Aksi bom bunuh diri, akhir-akhir ini semakin sering terjadi dan. memunculkan pro-kontra. Lebih-lebih lagi, Amerika menuding, Islam berada di balik sejumlah aksi teroris. Ironisnya, sebagian besar negara-negara di dunia (tidak terkecuali negara yang mayoritas berpenduduk muslim), terkesan mengamini tudingan itu. Masyarakat umum memahami serangan bom bunuh diri sebagai tindakan yang dimotivasi ajaran agama tertentu. Hal ini dapat dimaklumi. Sebab, akhir-akhir ini berita yang berkembang di publik sebagian besar pelaku bom bunuh diri adalah orang Islam. Tetapi kalau dicermati lebih dalam, bom bunuh diri bukanlah tindakan mengatasnamakan agama, tetapi justru disebabkan oleh faktor nasionalisme, faham primodialisme, aliran radikal, serta pemahaman pola fikir yang non sosial.
Menurut pendapat saya, faktor-faktor yang mempengaruhi bom bunuh diri adalah sebagai berikut : 

1.      Faktor kultur ;
Merupakan sumber utama yang dapat mempengaruhi perilaku bunuh diri. Kisah-kisah heroik dalam mempertahankan atau berjuang untuk mengembangkan agama sering didramatisir, cenderung memperhebat dengan dusta-dusta, sehingga dapat mempengaruhi mental dan pandangan anggota teroris yang muda-muda dan yang kurang memahami agamanya.
Dengan kisah-kisah heroik membangkitkan rasa ingin cepat-cepat menikmati syurga dan menimbulkan penyesalan jika tidak segera mati karena itu mereka selalu siap sedia kapan saja dikehendaki untuk membunuh maupun untuk dibunuh.
Contoh; seorang pemuda yang dijatuhi hukuman mati, dalam penjara selalu menangis, ketika ditanya oleh rekan-rekannya dalam penjara, mengapa ia selalu menangis, apakah kamu takut atau menyesal —– Jawab pemuda itu, ia menangis karena mengapa hukuman matinya tidak segera dilaksanakan itukan menunda saya masuk syurga. —–(bandingkan dengan Imam Samudra, dan Amrozi Cs. yang berusaha menunda-nunda eksekusi matinya). Mengkafirkan atau menganggap kafir, memusryikan, memunafikan lawan-lawannya atau calon korbannya, merupakan senjata yang paling ampuh dan menimbulkan fanatisme yang berlebih-lebihan dan menyerang habis-habisan sampai-sampai menimbulkan kebencian terhadap mereka yang dianggap sebagai lawannya, derajad musuhnya direndahkan serendah-rendahnya.
Mereka berteriak mengkafirkan orang-orang A.S. dan sekutunya telah membantai jutaan kaum muslimin dengan menyatakan bahwa satu jiwa orang muslim sangat berharga atau sangat mahal harganya dihadapan Allah, tetapi disisi lain mereka sendiri ternyata juga menumpahkan jiwa dan darah kaum muslimin, sebagaimana korban-korban dari tindakan aksi teror yang dilakukan oleh Imam Samodra - Amrozi Cs. antara lain - aksi bom Bali - bom di kedutaan Besar Australia, bom hotel JW. Mariot Jakarta dan lain sebagainya.

2.      Faktor Induktrinasi;
Melalui pendidikan untuk memberi keyakinan tentang pentingnya latar belakang dan cara-cara yang diperlukan untuk melaksanakan sebuah misi, atau dapat juga dengan bujukan-bujukan berorientasi pada pencapaian misi bagi orang yang dimaksudkan untuk melakukan bunuh diri. Bujukan-bujukan demikian biasanya dilakukan oleh pemimpin-pemimpin yang karismatik dalam politik, militer atau agama, induktrinasinya dilakukan relatif sangat singkat dan terjadi sesaat sebelum melaksanakan misi bunuh dirinya.  Induktrinasi pelaksana misi bunuh diri semacam ini, sebenarnya hanya sebagai penunjang yang menguatkan keyakinan dan kecenderungan perilaku yang sudah ada dan hanya sebagai menambah elemen-elemen komitmen membunuh atau dibunuh yang sudah ada sebelumnya.
3.      Faktor situasi,
Karena terpengaruh oleh banyangan menjalani hukuman yang sangat lama atau banyangan siksaan-siksaan ketika dilakukan pemeriksaan oleh aparat penyidik atau pemeriksa, maka kematian dengan cara bunuh diri merupakan suatu alternatif ataupun juga mereka tidak melakukan bunuh diri tetapi sengaja dibunuh tanpa sepengetahuannya, dikontrol dari jarak jauh menggunakan remot kontrol, hand phone dan lain sebagainya.

4.      Faktor kepribadian
Pribadi - pribadi yang sangat kecewa karena tersingkir dari kekuasaan atau kecewa dengan keadaan yang dianggap tidak sesuai dengan alam pikirannya, semua kebijaksanaan rezim penguasa selalu dinilai salah dan merugikan rakyat atau orang banyak, menurut anggapannya semua orang dimuka bumi ini salah semuanya, pemikiran dalam keadaan tertekan akan menjadi gembira dapat bergabung dengan suatu kelompok yang dianggap mempunyai kebersamaan sehingga mereka berpikir hanya kelompoknya saja yang benar dan baik.
Perbuatan bunuh diri, meskipun menurut keyakinan teroris merupakan Jihad fi Sabilillah, ternyata juga dilarang didalam Agama Islam demikian juga dengan peradaban manusia dimuka bumi ini, dan pelaku bunuh diri yang gagal juga diancam dengan hukuman penjara karena melanggar pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Anti Terorisme.

Bunuh diri sendiri merupakan sebuah upaya sadar dari dalam dirinya untuk mengakhiri atau menghentikan hidupnya sendiri tanpa bantuan aktif dari orang lain dan atas kemaua sendiri. Motif bunuh diri bermacam-macam, namun biasanya didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk mencapai sesuatu harapan. Selain itu karena lemahnya integrasi dari individu tersebut dengan lingkungan yang ada disekitarnya, sehingga menyebabkan timbulnya rasa tersingkir atau terkucil dari lingkungan yang ada disekitarnya. Misalnya saja, ketika seseorang sedang mengalami masalah baik itu berat ataupun ringan dan ia memendam masalah tersebut. Karena begitu lama ia memendam masalah-masalah yang ada pada dirinya tanpa ada komunikasi dengan orang lain atau lingkungannya dan masalah itu akan terasa mebebani dirinya sendiri tanpa ada orang yang tahu dan mengerti dirinya. Sehingga kurangnya komunikasi dengan lingkungan itu membuat individu tersebut  akan merasa tersingkir dan terkucilkan karena adanya masalah didalam dirinya yang dirasa tidak ada orang yang peduli padanya dank arena masalah itu ia merasa putus asa. Setelah itu ia merasa tidak ada orang yang memperhatikannya dan tersudut dari komunitas, dan hal itu membuatnya merasa tidak ada artinya lagi untuk menjalani hidup dan mendorongnya untuk bunuh diri.
Dari sudut pandang sosiologi, bunuh diri atau suicide disebabkan oleh faktor  sosial dan (buku sosiologi: Teori Sosiologi Klasik dirumuskan dengan beberapa tipe bunuh diri, yaitu:

1.      Bunuh diri Egoistis, adalah bunuh diri karena urusan pribadi, karena sikapnya yang kurang berinteraksi dengan sekitarnya seperti yang dicontohkan diatas yang individu tersebut terdorong untuk melakukan bunuh diri ini karena timbulnya rasa depresi, stress dan merasa tersisish.
2.      Bunuh diri Altruistik, adalah bunh diri yang disebabkan karena kuatnya interaksi dan integrasi yang ada didalam suatu grup atau kelompok dan menyatunya diri dengan nilai-nilai kelompoknya yang menyebabkan dirinya tidak memiliki apa-apa (termasuk identitas) diluar kelompoknya. Pengorbanan ini dilakukan untuk kelompok atau karena sudah tidak punya ruang atau pilihan lain untuk berubah lebih baik.
3.      Bunuh diri akibat Anomi, adalah moral dimana orang yang bersangkutan kehilangan cita-cita, harapan, tujuan dan norma didalam hidupnya. Hal ini terjadi karena regulasi masyarakat terganggu atau system dari nilai tidak lagi mampu mengatur masyarakat sehingga masyarakat dalam keadaan yang bimbang.
4.      bunuh diri fatalistik, adalah dimana keadaan didalam masyarakat nilai dan normanya telah menindas sehingga tidak memberi ruang lagi pada individu tersebut.

Selain dariketuga bunuh diri diatas masih ada lagu, yaitu bunuh diri Totenisme. Ini adalah sikap pasrah (tidak berbuat apa-apa) erena merasa tidak ada alas an untuk hidup.
Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau sebab tindakan yang disebut motif.
Secara umum Motif bunuh diri ini ada banyak macamnya. Dapat golongkan dalam kategori sebab, misalkan :

1.      Mengalami keputusasaan dan depresi
2.      Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3.      Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4.      Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5.      Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.

Disini penulis menemukan hubungan yang kuat antara faktor-faktor psikologis dan keberanian teroris melakukan tindakan bom bunuh diri. Hampir semua pelaku bom bunuh diri adalah orang-orang yang menderita problem psikologis karena kebodohan (kurang pendidikan), pengangguran, teralienasi di masyarakat, dan hidup dalam lingkungan sosial yang rusak.

Ada empat tipologi tindakan sosial yang dikonsep oleh Max Weber.
1.      Rasionalitas Instrumental, yaitu suatu tindakan sosial yang mempertimbangkan tujuan dan alat-alat apa yang digunakan. Apakan suatu alat tertentu memiliki efisiensi yang tinggi dan efektif untuk mencapat tujuan?
2.      Rasionalitas tujuan, yaitu suatu tindakan sosial yang didasarkan pada nilai dan tujuan yang sudah ditentukan. Alat hanya sebagai pertimbangan dan perhitungan yang sadar. Dalam tindakan ini, aktor dari tindakan sosial tersebut tidak terlalu memperhitungkan apakah cara-cara yang dipilihnya merupakan cara yang paling tepat atau tidak. Yang menjadi utama adalah tujuan.
3.      Tindakan Tradisional, yaitu tindakan sosial yang berdasarkan kepada kebiasaan tanpa perencanaan dan tanpa refleksi yang sadar.
4.      Tindakan Afektif, yaitu tindakan sosial yang didominasi oleh perasaan atau emosi, tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar.

Klisenya, fenomena ini lazim dikaitkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, lapisan ekonomi lemah, gejala keterasingan yang menyulut kebencian terhadap situasi modern yang kapitalistik dan serba-mekanik, atau indoktrinasi dan radikalisai terencana dengan tafsir agama sebagai biang keladinya. Di luar mainstream analisis di atas, melalui telaah yang lebih seksama, sumber persoalan aksi teror bom bunuh diri tersebut kiranya dapat dicari dari relasi antara sebab dan akibat yang melambarinya. Para pelaku bom bunuh diri tentu menyadari sepenuhnya bahwa yang akan jadi korban dalam aksinya tak cuma orang-orang yang dianggap musuh; tapi juga individu tidak ‘bersalah’ dan tak terkait dengan kebencian mereka.
Para pelaku bom bunuh diri pasti telah dijejali prinsip yang mengesampingkan rasa prihatin dan empati terhadap korban-korban yang berada di ‘tempat dan waktu yang salah’. Untuk justifikasi ini, sangat mungkin para trainer teroris meyakinkan mereka bahwa orang-orang tak bersalah, yang akan jadi korban, kalau memang muslim, juga terhitung sebagai syahid. Karenanya, mereka tetap melaksanakan apa yang diyakini sebagai satu-satunya cara atau the last mean paling efektif untuk menakut-nakuti pihak musuh, yakni ‘jihad’. Ini karena mereka mengutamakan ‘sebab’ ketimbang ‘akibat’. Dalam logika sebab (teleologisme) seperti itu, baik-buruknya sebuah tindakan tidak ditentukan atau dipatok dari akibatnya, melainkan tujuan dan keyakinan yang dianut. Logika ini tentu saja berbeda dengan ‘logika akibat’ (efektualisme) sebagian besar masyarakat yang mengukur sebuah tindakan dari akibat-akibatnya. Menurut logika ini, telos semata belumlah cukup untuk dijadikan dasar sebuah aksi.
Kelompok penganut ‘logika sebab’ merasa puas karena berhasil ‘menebar rasa takut’ dan menunjukkan, secara langsung atau tidak, kebencian pada pihak yang dianggap musuh, dengan mengabaikan ‘rasa kasihan’ (yang telah dilegitimasi dengan kesyahidan yang—sebenarnya—masih ‘imajiner’). Sedangkan kelompok penganut logika akibat justru merasa kesal dan mengecamnya, karena melihat akibat yang ditimbulkannya berupa korban-korban tewas dan cedera, tanpa sedikitpun mempertimbangkan ‘niat baik’ para pelaku. Untuk memahami persoalan ini, tentu saja diperlukan sebuah analisis komprehensif. Mestinya yang dijadikan tolok ukur (kebaikan dan keburukan) sebuah tindakan—yang bisa merugikan pihak ketiga yang umumnya tak terlibat dalam relasi kebencian—adalah paralelisme sebab-akibat.
Selain tersebut diatas menurut pendapat saya aksi bom bunuh diri dilatar belakangi oleh sebab-sebab berikut :
1.                  Keputusasaan dan Kehilangan Harapan (Hopeless).
Mereka yang melakukan aksi bom bunuh diri merasa tidak memiliki harapan terhadap masa depan. Mereka merasa hidup mereka tidak berarti lagi. Karena itu tidak ada pilihan lain lagi kecuali melawan dengan berbagai cara.
2.                  Cinta dan Investasi
Kecintaan terhadap agama mengalahkan kecintaan terhadap yang lain karena agama memiliki daya tarik luar biasa dengan justifikasi normatif religiusnya.
3.                  Eskapisme, menurut kajian psikoanalisis, adalah keadaan memasuki alam khayal/hiburan untuk melupakan atau menghindari kenyataan-kenyataan yang tidak menggembirakan. Terkadang kematian dilihat sebagai pilihan terbaik dan terakhir yang amat menyedihkan ataupun kemalangan yang baik.
4.                  Kegilaan
Ada yang beranggapan bahwa bunuh diri merupakan tindakan terakhir dari episode psychotic (kegilaan) yang merupakan bagian dari ritual supernatural, karena kematian tidak dapat dielakkan atau karena kematian merupakan sesuatu yang sementara sifatnya. Mungkin faktor ini tidak begitu jelas dan pas dalam memahami perilaku terorisme bom bunuh diri
5.                  Fanatisme
Fanatisme merupakan sistem kepercayaan yang kaku, keras atau berpandangan sempit, meuntut para penganutnya untuk mengorbankan diri. Mereka hanya memahami ajaran Islam secara parsial dan menafsirkan ajaran tersebut sesuai dengan kepentingan dan misi ideologi mereka sendiri. Sayangnya, pelaku bom bunuh diri tersebut mayoritas adalah mereka yang memiliki pendidikan yang rendah dan tingkat ekonomi yang tidak begitu mapan, sehingga mereka mudah direcoki dengan pemahaman-pemahaman yang salah dan pada akhirnya menimbulkan rasa fanatisme yang tinggi dan anggapan bahwa apa yang mereka lakukan tersebut merupakan sesuatu yang benar dan sesuatu yang harus dilakukan.








III.             PENUTUP

Aksi terorisme dengan cara melakukan bom bunuh diri dapat dilihat dari segi sosiologi. Dalam kaitannya aksi terorisme tersebut dengan sosiologi terdapat  fakta-fakta sosial yang melatarbelakangi tindakan bom bunuh diri tersebut, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu. Masyarakat umum memahami serangan bom bunuh diri sebagai tindakan yang dimotivasi ajaran agama tertentu. Sebab, akhir-akhir ini berita yang berkembang di publik sebagian besar pelaku bom bunuh diri adalah orang Islam. Tetapi kalau dicermati lebih dalam, bom bunuh diri bukanlah tindakan mengatasnamakan agama, tetapi justru disebabkan oleh faktor nasionalisme, faham primodialisme, aliran radikal, serta pemahaman pola fikir yang non sosial. Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau sebab tindakan yang disebut motif. Secara umum Motif bunuh diri ini ada banyak macamnya. Dapat golongkan dalam kategori sebab, misalkan :
1.      Mengalami keputusasaan dan depresi
2.      Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3.      Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4.      Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5.      Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.

Dari ke lima motif tersebut dapat dilihat bahwa kebanyakan aksi bom bunuh diri disebabkan oleh faktor sosiologis pelaku dan lingkungan sekitar yang dapat membuat pelaku nekat melakukan aksi tersebut.
Demikianlah makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penyampaian fakta atau berita pada penulisan ini, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.
                       
           
            CANDRA SASONGKO, 17 April 2009

1 comments:

thank nice infonya, silahkan kunjungi balik website kami http://bit.ly/2wFUPf3

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More